Nantikan Ulasan "USP Swamitra JKS Raih Predikat Terbaik Kategori BDR dan Kinerja, 2014 dan 2015"

16 Januari 2016

Ayam Bakar Pedas-Manis, Menu Andalan Kedai Ibu Siti


Sepintas memang tidak berbeda dengan ayam bakar lainnya walupun ada embel-embel madu, pedas-manis, ataupun spesial di belakangnya. Demikian juga dengan saya yang sudah wara-wiri menyoba berbagai olahan makanan, termasuk ayam bakar. Hingga pada suatu petang, Jumat 15 Januari 2016, saat sudut mata saya melihat spanduk bertuliskan "Ayam Bakar Pedas-Manis" di bilangan Joglo, Jakarta Barat, seolah menggerakkan mulut saya untuk memesan satu porsi kuliner yang umum dijual di banyak tempat ini.



Begitu hasil gigitan pertama menyentuh ujung lidah saya, hmmm rasanya.... mak-nyusss. Sangat lezat. Berbeda dengan ayam bakar pada umunya yang bertebaran di banyak tempat. Saya keliru karena telah menilai bahwa ayam bakar tersebut sama dengan ayam bakar lainnya.




Apa sebenarnya yang membuat rasa ayam bakar pedas-manis, yang merupakan menu andalan Kedai Ayam Bakar Ibu Siti, ini begitu istimewa di mata para pembelinya, sehingga merasa ketagihan dan menjadi pelanggan setia?

"Sebenarnya, nggak ada bedanya sama yang lain, Pak", sambung pria berusia 46 tahun ini. "Cuma bedanya ada di finishing-nya." Maksud dari finishing di sini adalah tahap akhir dari proses pembakaran ayamnya, yaitu ada olesan bumbu khusus hasil racikannya sendiri.


Pria asal Boyolali, Jawa Tengah, ini mengatakan bahwa 'jurus rahasia' inilah yang membuat sebagian para pembelinya merasa ketagihan sehingga menjadi pelanggan setianya.


Jika saya perhatikan, kelezatan dari ayam bakar, yang rasanya merupakan perpaduan antara pedas dan manis, ini sebenarnya bukan hanya berasal dari 'jurus rahasia' tersebut. Akan tetapi sudah dimulai sejak awal pengolahan.

Pertama, kualitas daging ayamnya sangat bagus. Menurutnya, ia membeli ayam dari pedagang yang dapat dipercaya, di Pasar Lembang, Ciledug, Kota Tangerang, Banten. Sejak awal, pedagang yang kini telah menjadi pelanggannya ini selalu menjual ayam-ayam pilihan, yang dipotong secara dadakan.

Ayam-ayam yang telah dibelinya pagi-pagi sekali itu dicuci hingga bersih. Kemudian, diungkep kurang lebih setengah jam bersama bawang putih, kemiri, jahe dan kunyit yang telah dihaluskan ditambah daun salam dan sereh. Jahe adalah bumbu rempah untuk menghilangkan bau amis dari ayam, sedangkan daun salam untuk memberikan aroma wangi.


Kedua, sambalnya terbuat dari bahan-bahan pilihan, yaitu cabe rawit, cabe keriting, bawang merah, bawang putih, kemiri dan terasi yang digoreng setengah matang. Setelah diangkat dan ditiriskan, lalu dihaluskan dengan blender. Saat diblender, campurkan gula merah, garam dan penyedap rasa secukupnya. Begitu sudah halus, lalu goreng lagi. Proses menggoreng yang kedua ini harus sesekali diaduk agar tidak gosong. Proses ini butuh waktu cukup lama. "Dua jam, Pak. Pokoknya sampai keluar minyaknya", ia menambahkan.


Pria yang telah merantau ke Jakarta sejak tahun 1989 ini menjelaskan bahwa sambal yang merupakan hasil proses dua kali penggorengan ini mampu bertahan dua hingga tiga hari. Caranya, pisahkan sambal yang sekiranya akan habis dijual pada hari itu dengan sambal yang akan digunakan untuk hari berikutnya. Sambal yang tidak digunakan pada hari itu disimpan didalam freezer.

Itulah rahasianya, mengapa Ayam Bakar Ibu Siti ini memiliki cita rasa yang istimewa.

Selanjutnya, jika Anda berminat untuk makan atau membeli ayam bakar di kedai ini, harganya cukup terjangkau. Satu porsi, untuk ayam bakar pedas manis, yang terdiri dari ayam, nasi, lalapan dan sambal dijual dengan harga Rp 16.000. Namun, jika Anda hanya membeli ayam bakarnya saja, tanpa nasi, harganya Rp 13.000. 
  
Bagi yang ingin menambah pelengkap, seperti kerupuk, tahu, tempe dan pisang, juga bisa. Harga satu buah kerupuk Rp 1.000, tahu atau tempe Rp 2.000 per potong, sedangkan pisang Rp 2.000 per buah.


Disamping menu ayam bakar pedas-manis, kedai ini juga menyajikan ayam bakar madu. Proses pengolahan awalnya sama. Bedanya hanya pada finishing-nya. Jika menu pedas-manis diolesi bumbu yang rasanya pedas dan manis, sedangkan ayam bakar madu pada proses finishing-nya diolesi dengan madu asli pilihan yang berasal dari luar Jawa.



"Kalau ayam bakar madu ini nggak terlalu pedas. Kebanyakan yang beli itu untuk anak-anak, atau orang dewasa yang nggak suka pedas", ia melanjutkan penjelasannya. Menurut suami dari Tarsiti, ini penjualan ayam bakar madu tidak sebanyak ayam bakar pedas-manis.

Ia menambahkan, beberapa pelanggannya, kadang-kadang memesan ayam penyet dan ayam keremes, namun tidak sebanyak dua menu di atas. Bahan dasarnya sama dengan ayam bakar pedas-manis dan ayam bakar madu. "Bedanya, ayam penyet dan ayam keremes itu digoreng."

Jika ayam bakar madu dijual seharga Rp 16.000 per porsinya, sama dengan ayam bakar pedas-manis, ayam penyet dan ayam keremes, dijual seharga Rp 17.000.


Tiga Tahap Proses Pembakaran

Pria yang pernah melakoni pekerjaan sebagai sopir angkot selama enam tahun ini mengaku bahwa keahlian mengolah ayam bakar ini diperolehnya secara otodidak. Saat membeli ayam bakar, misalnya, ia amati dengan seksama bagaimana cara penjualnya membakar ayam tersebut. Dari proses pengamatan itu, ia berpikir bahwa membuat ayam bakar itu bukanlah hal yang sulit. "Saya pasti bisa", ia menceritakan pengalamannya sehingga bisa membuat dan menjual ayam bakar.

Proses belajar membuat ayam bakar pedas-manis itu, ia lakukan sambil berjualan mie ayam dan bakso. Di sela-sela waktu saat pembeli sedang sepi. Jika penjual ayam bakar umunya hanya diolesi kecap dan racikan bumbu lainnya, tidak demikian dengan ayam bakar buatannya. Kebetulan, saus mie ayam dan bakso yang ia gunakan merupakan produk pabrikan yang cukup terkenal. Selain rasanya enak, kualitasnya juga terjamin. Nah, saus itu ia oleskan ke seluruh bagian luar ayam, lalu ia bakar lagi hingga permukaannya berubah warna menjadi sedikit gelap. Setelah matang, ayam pun diangkat dan didinginkan sejenak, lalu ia cicipi. "Hmmm....kok, enak, ya", ia bercerita tentang pengalamannya bereksperimen. Dari situlah, niatnya untuk membuka usaha ayam bakar semakin kuat, hingga akhirnya seperti sekarang.  


Sekadar informasi, jauh sebelum membuka usaha ayam bakar, ia telah berjualan mie ayam dan bakso. Di tempat yang sama, yaitu di kedai yang ia tempati sekarang, di bilangan Joglo, Kembangan, Jakarta Barat. "Kalau nggak salah, sih, mulai 2009", katanya sambil mengingat-ingat kapan tepatnya ia mulai berjualan mie ayam.


Akan tetapi, sambungnya, untuk mie ayam dan bakso ini omsetnya tidak terlalu besar. Bahkan, jika dibandingkan dengan saat pertama buka, omset penjualan sekarang cenderung menurun. Jika dulu, ia bisa menjual di atas 5 kilogram mie ayam, sekarang paling banyak hanya bisa menjual 3 kilogram. "Ya, sekarang mie ayam sama bakso buat sampingan aja pak", imbuhnya.

Kembali kepada menu ayam bakar, selain finishing dan pengolahan awal yang melalui proses ungkep, ternyata kelezatan itu juga berasal dari proses pembakaran yang berlangsung hingga tiga kali. Pertama, ayam yang telah diungkep tersebut dibakar. Dalam tahap ini, ayam tidak dibumbui apa pun. Kedua, setelah aromanya keluar, ayam diangkat lalu diolesi dengan kecap manis. Setelah itu, dibakar lagi beberap menit. Begitu dirasa cukup, bumbu kecapnya sudah meresap, ayam pun diangkat lagi.

Tahap ketiga adalah finishing. Untuk ayam bakar pedas-manis, ayam diolesi dengan bumbu pedas-manis. yang tidak lain merupakan perpaduan antara saus dari brand tertentu, sambal dan kecap. Setelah olesannya merata, bakar lagi, angkat lalu sajikan.

Tidak jauh berbeda dengan ayam bakar pedas-manis, untuk ayam bakar madu, finishing-nya tinggal diolesi madu.


Pesanan Berasal dari Perorangan dan Instansi

Jika pembeli merasa cocok bahkan ketagihan, maka banjir pesanan pun tinggal menunggu waktu. Benar saja, dulu, saat pertama buka, Iskandar hanya bisa menjual tujuh ekor ayam, tapi sekarang ia sudah mampu menembus 20 ekor ayam, dalam keadaan normal. Berbeda halnya jika kondisi ramai, misalnya ada pesanan untuk konsumsi rapat sebuah perusahaan atau instansi pemerintah, maka penjualan pun bisa di atas 20 ekor ayam.

Contoh perusahaan atau instansi pemerintah yang biasa memesan ayam bakar tersebut adalah Rumah Sakit Sari Asih Ciledug, Stasiun Radio Elshinta Joglo, SMA 63 Petukangan Utara Jakarta Selatan, dan lain-lain. "Kalau perusahaan atau instansi pemerintah pesennya lumayan banyak, Pak. Ada yang 20, 30, 50 boks", ia menunjukkan buku catatannya kepada saya. "Nih, besok siang ada yang udah pesen 60 boks." imbuhnya.

Disamping perusahaan atau instansi pemerintah, tak jarang perorangan juga memesan dalam jumlah besar. "Kalau perorangan biasanya untuk acara-acara keluarga, Pak", ia menambahkan. Menurutnya, pesanan perorangan itu, umunya untuk arisan, ulang tahun atau acara keluarga lainnya.

Kedai yang mulai buka pukul 10.00 dan tutup pukul 20.00 ini terletak di Jalan Joglo Raya  No. 64, RT 002 RW 006, Joglo, Kembangan, Jakarta Barat. Sebagai patokan, jika Anda datang dari arah Kebayoran Lama melalui jalan HOS. Cokroaminoto, sebelum Rumah Sakit Sari Asih Ciledug, Anda akan menemui pertigaan, masyarakat setempat menyebutnya Pojok. Anda belok kanan, kira-kira satu kilometer dari pertigaan tersebut, sebelah kiri terdapat SMA Yadika 5 Joglo. Ayam Bakar Ibu Siti ini kira-kira berjarak seratus meter dari SMA tersebut, sama berada di sebelah kiri dari arah kedatangan Anda. Tetapi, jangan sampai tertukar, karena persis di samping Ayam Bakar Ibu Siti, ada juga ayam bakar milik orang lain. Pokoknya, cari kedai ayam bakar yang juga menjual mie ayam dan bakso.
Di seberang Ayam Bakar Ibu Siti terdapat Kantor Kas BRI, Joglo.
Akan tetapi, jika Anda malas untuk datang langsung disebabkan oleh kondisi jalan yang macet, misalnya, jangan khawatir, di sini juga ada layanan delivery order. Nomor telepon yang bisa dihubungi 0878-0822-6125. Namun, layanan ini baru bisa melayani pesanan dalam jumlah banyak. "Minimal sepuluh porsi, lah, baru bisa dianter", pungkasnya.