"Kami hanya ingin memastikan skema investasi mereka agar sesuai undang-undang yang berlaku," ujar Sardjito kepada KONTAN, Rabu (15/8). Satgas menilai perlu mencermati karakteristik dan skema produk ketiga koperasi itu.
Suprapto, Asisten Deputi Urusan Pembiayaan dan Penjaminan Kredit Kementrian Koperasi dan UKM (Kemenkop) menjelaskan, panggilan ini berdasarkan aduan masyarakat yang mempertanyakan skema investasi dan legalitas koperasi itu.
Kemenkop sendiri akan melakukan pembinaan kepada koperasi-koperasi ini agar bisa dibenahi sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Belum terjadi kerugian, tetapi kami akan membina sebagai tindakan pencegahan agar tidak ada yang dirugikan," ujar dia. Koperasi Sejahtera Bersama menghimpun dana dalam bentuk simpanan. Imbal hasil yang ditawarkan produk simpanan koperasi tersebut terbilang tinggi, berkisar 11% hingga 14% per tahun.
Iwan Setiawan, Ketua Koperasi Sejahtera Bersama mengatakan, mereka mendapat keuntungan dari bisnis, kegiatan simpan pinjam dan beberapa usaha lain. Lini bisnis yang dijalankan koperasi ini luas, mulai dari ritel, minyak dan gas bumi, properti dan lainnya.
Sedang Koperasi Cipaganti menarik dana masyarakat dengan menjanjikan imbal hasil berkisar 1,4%-1,8% per bulan. Nilai investasi awal ditetapkan berkisar Rp 100 juta - Rp 2,5 miliar. "Dana kami investasikan di PT Cipaganti Karya Guna Persada yang berbisnis di alat berat, transportasi dan lainnya," kata Andianto Setiabudi, Direktur Utama PT Cipaganti Karya Guna Persada.
Adapun Koperasi Ar Ridho Bima Nusantara menawarkan skema penitipan mobil investor melalui PT Gie Trans, satu bisnis koperasi ini. Dari usaha penyewaan mobil, investor akan menerima uang sekitar Rp 4 juta setiap bulan dari mobil yang dititipkannya. Makin bagus mobilnya, semakin tinggi hasil investasinya.